MAKALAH AQIDAH
Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Asma wa Sifat
Dosen Pembimbing :
ARIF MARSAL,ST,MSC
Disusun Oleh :
•
WAYAN WIDYATAMA
•
MUHAMMAD YOSDI
•
SUHENDRA RAHMAT
•
RISKI RAHMAT PUTRA
Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim
Riau
T.A 2013/2014
KATA
PENGANTAR
Syukur
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah untuk memenuhi syarat tugas mata kuliah AQIDAH dengan
judul “Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah
dan Asma wa Sifat.”
Pada
kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah banyak membantu kami selama menyelesaikan makalah kami dan penyusunan
makalah ini.
Kami
mengakui dengan segala kerendahan hati bahwa makalah ini jauh dari sempurna,
namun inilah usaha maksimal yang dapat kami lakukan. Oleh sebab itu kami
mengharapkan kritikan dan saran dari semua pihak agar makalah ini menjadi lebih
sempurna. Terakhir harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat hendaknya.
Pekanbaru,03 oktober 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tauhid ialah mengesakan Allah dan mengakui keberadaannya serta kuat
kepercayaannya bahwa Allah itu hanya satu tidak ada yang lain. Tidak ada sekutu
baginya, yang bisa menandinginya bahkan mengalahkannya. Ada tiga macam tauhid
dalam islam, yakni : Tauhid Rububiyah, Uluhiyah, Asma wa sifat. Ketiga tauhid
tersebut harus dimiliki oleh manusia sebagai hamba-Nya. Sebagai umat muslim
kita tidak boleh hanya memiliki salah satu dari ketiga tauhid tersebut, karena
ketiga tauhid tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Apabila kita hanya mempercayai salah satu diantaranya maka kita tidak bisa
disebut sebagai seorang yang syirik bahkan keluar dari islam.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyah, Uluhiyah, Asma wa sifat ?
b. Bagaimana penjelasan ketiga tauhid tersebut dalam al-Qur’an ?
C. Tujuan
a. Menjelaskan kepada para mahasiswa tentang materi ini
b. Membahas bagaimana keterkaitannya dalam al-qur’an berikut tafsir dan asbabun
nuzulnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tauhid Rububiyah
Tauhid Rububiyah yaitu mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti
mencipta, menguasai, memberikan rizki, mengurusi makhluk, dll yang semuanya
hanya Allah semata yang mampu. Dan semua orang meyakini adanya Rabb yang
menciptakan, menguasai, dll. Kecuali orang atheis yang berkeyakinan tidak
adanya Rabb. Diantara penyimpangan yang lain yaitu kaum Zoroaster yang meyakini
adanya Pencipta Kebaikan dan Pencipta Kejelekan, hal ini juga bertentangan
dengan aqidah yang lurus.
Diantara pengertian yang lain: menyakini bahwa Alloh subhanahu wa ta'ala adalah
satu-satunya sang pencipta, pemberi rezeki, penguasa segala sesuatu, tidak ada
sekutu bagi-Nya.
Pengertian ini mencakup perkara berikut:
1. Iman tentang adanya Alloh subhanahu wa ta'ala .
2. Menetapkan bahwa Alloh subhanahu wa ta'ala sang pencipta segala sesuatu,
pemiliknya, pemberi rezkinya. Dan bahwa Dia yang menghidupkan, mematikan,
pemberi manfaat, mahdhorot, satu-satunya pengabul do'a. bagi-Nya segala urusan,
ditangan-Nya segala kebaikan, Yang maha mampu atas kehendaknya, pembuat takdir
dan perubah serta pengurus bagi segala urusan, tidak sekutu bagi-Nya dalam
semua hal ini.
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ وَ الَّذِيْنَ مِن
قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Wahai manusia !Sembahlah olehmu akan Tuhanmu yang telah menciptakankamu dan
orang-orang yang sebelum kamu, supaya kamu ter-pelihara. (Q.S Al-Baqarah: 21)
Mufrodat
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
"Wahai Manusia !". - Rata seruan kepada seluruh manusia yang telah
dapat berpikir
اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ "Sembahlah
olehmu akan Tuhanmu yang telah menciptakan kamu "
Dari tidak ada, kamu telah diadakan dan hidup diatas bumi
.وَ الَّذِيْنَ مِن قَبْلِكُمْ
"Dan orang-orang yang sebelum kamu agar kamu bertakwa. "
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْن "Supaya kamu
terpelihara."
Artinya terpelihara dari siksa dan azabnya yakni dengan jalan beribadah
kepada-Nya. Pada asalnya “la’alla” mengungkapkan harapan, tetapi dalam firman
Allah berarti menyatakan kepastian. Artinya datang ke dunia mendapat sawah dan
ladang, rumah tangga dan pusaka yang lain dari nenek moyang sehingga yang
datang kemudian hanya melanjutkan apa yang dirancang dan dilatih oleh orang
tua-tua. Maka orang tua-tua yang telah meninggalkan pusaka itu pun Allah jualah
yang menciptakan mereka. Disuruh kamu mengingat itu agar insaf akan kedudukanmu
dalam bumi ini. Dengan mengingat diri dan mengingat kejadian nenek moyang
bersambung ingatan yang sekarang dengan jaman lampau, supaya kelak diwariskan
lagi kepada anak-cucu, yaitu supaya selalu terpelihara atau dan memelihara diri
dan kemanusiaan, jangan jatuh martabat jadi binatang. Yaitu dengan jalan
beribadat, berbakti dan menyembah kepada Tuhan, menyukuri nikmat yang telah
dilimpahkanNya. Di sini Allah menampakkan betapa besar kasih sayang-Nya kepada
makhluk, khususnya manusia. Walaupun para pendurhaka telah melampaui batas,
namun mereka masih diajak. Ini Karena sikap keras yang ditampilkan dalam
ayat-ayat yang lahir dari keinginan mengembalikan mereka ke jalan yang benar.
Pikirkanlah olehmu hai manusia akan Tuhan mu itu :
اَلَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ
فِرَاشا
"Yang telah menjadikan untuk kamu akan bumi, jadi hamparan. "
(pangkalayat 22).
Terbentang luas sehingga kamu bias hidup makmur di atas hamparannya itu.
وَ السَّمَاءَ بِنَاءً
"Dan langit sebagai bangunan "
Yang dapat dirasakan melihat awannya yang bergerak di waktu siang dan
bintangnya yang gemerlap di waktu malam dan mataharinya yang memberikan sinar
dan bulannya yang gemilang cahaya.
وَ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاء مَاءً
فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ
رِزْقاً لَّكُمْ
"Dan diturunkan Nya air dari langit"---dari atas---" Maka
keluarlah dengan sebabnya buah-buahan, rezeki bagi kamu. "
Maka pandanglah dan renungkanlah itu semuanya, sejak dari buminya sampai kepada
langitnya, sampai kepada turunnya air hujan menyuburkan bumi itu. Teratur
turunnya hujan menyebabkan suburnya apa yang ditanam. Kebun subur, sawah
menjadi subur, dan hasil tanaman setiap tahun dapatlah diambil buat dimakan.
Pikirkanlah dan renungkanlah itu semuanya, niscaya hati sanubari akan merasa
bahwa tidak ada orang lain yang sekasih, sesayang itu kepadamu. Dan tidak ada
pula kekuasaan lain yang sanggup berbuat begitu; menyediakan ternpat diam
bagimu, menyediakan air dan menumpahkan bahan makanan yang boleh dikatakan
tidak membayar. Sehingga jika terlambat hujan turun dari jangka yang terbiasa,
tidaklah ada kekuatan lain yang sanggup mencepatkan datangnya.
فَلاَ تَجْعَلُوْا ِللهِ أَندَاداً وَ
أَنتُمْ تَعْلَمُوْنَ
"Maka janganlah kamu adakan bagi Allah sekutu-¬sekutu, padahal kamu
mengetahui ."
Tentu kalau telah kamu pakai pikiranmu itu, mengetahuilah kamu bahwa Yang Maha
Kuasa hanyalah Dia sendiriNya.Yang menyediakan bumi buat kamu hanya Dia
sendiriNya, yang menurunkan hujan, menumbuhkan dan menghasilkan buah-buahan
untuk makananmu hanya Dia sendiriNya. Sebab itu tidaklah pantas kamu buatkan
untuk Dia sekutu yang lain. Padahal kamu sendiri merasabahwatidakada yang
lainituberkuasa. Yang lain itu Cumalah kamu bikin-bikin saja.
Ayat ini akan diikuti lagi oleh banyak ayat yang lain, yang nadanya menyeru dan
membangkitkan perhatian manusia terhadap alam yang berada sekelilingnya. Ayat
ini telah menunjukkan kehidupan kita di atas bumi yang subur ini, menyambung
keturunan dari nenek-moyang kita.
Dikatakan di sini bahwa bumi adalah hamparan, artinya disediakan dan
dikembangkan laksana mengembangkan permadani, dengan serba-serbi
keseluruhannya. Dan di atas kita terbentanglah langit lazuardi, laksana satu
bangunan besar. Di atas langit itu terdapat matahari, bulan dan bintang dan
awan dan angin yang berhembus sejuk. Lalu diterangkan pula bahwa kesuburan bumi
adalah karena turunnya hujan dari langit, artinya dari atas.
Ayat ini menyuruh kita berpikir dan merenungkan, diikuti dengan merasakan.
Bukanlah kemakmuran hidup kita sangat bergantung kepada pertalian langit dengan
bumi lantaran hujan ? Adanya gunung-gunung dan kayu-kayuan, menghambat air
hujan itu jangan tumpah percuma saja ke laut, tetapi tertahan-tahan dan
menimbulkan sungai-¬sungai. Setengahnya terpendam ke bawah bumi menjadi
persediaan air.
B. Tauhid Uluhiyah
Tauhid Uluhiyah ialah mengimani bahwa Allah swt lah yang berhak untuk disembah,
tidak ada sekutu bagiNya dalam hal tersebut. Inilah makna, tidak ada yang
berhak disembah dengan haq kecuali Allah swt. Maka, segala bentuk ibadah
seperti solat, puasa dan yang lainnya, wajib dilaksanakan hanya untuk Allah
swt. Tidak boleh ada satu bentuk ibadah pun yang ditujukan kepada selain Allah
swt.
Mentauhidkan Allah dalam perbuatan-perbuatan yang dilakukan hamba. Yaitu
mengikhlaskan ibadah kepada Allah, yang mencakup berbagai macam ibadah seperti
: tawakal, nadzar, takut, khosyah, pengharapan, dll. Tauhid inilah yang
membedakan umat Islam dengan kaum musyrikin. Jadi seseorang belum cukup untuk
mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya (Tauhid Rububiyah) tanpa menyertainya
dengan mengikhlaskan semua ibadah hanya kepada-Nya (Tauhid Uluhiyah). Karena
orang musyrikin dulu juga meyakini bahwa Allah yang mencipta dan mengatur,
tetapi hal tersebut belum cukup memasukkan mereka ke dalam Islam.
Allah berfirman :
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا
إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada sesembahan yang berhak disembah
selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (QS.
Thahaa [20] : 14).
Hal itu adalah karena Allah adalah Dzat Yang Maha Esa dan Agung. Maka jika
ditinjau dari shifat yang akan dijelaskan setelah dhamir yaitu sifat wahdaniyah
(Keesaan) maka Allah menggunakan dhamir tunggal.
Kemudian apa makna inzaal pada firman Allah (أَنْزَلْنَاهُ)
di malam Lailatul Qadr? sebagian ulama mengatakan yang dimaksud bahwa Allah
Subhana wa Ta’ala menurunkan Al Qur’an secara keseluruhan pada satu kesempatan
di malam Lailatul Qadr dari Al Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah (di Langit
Dunia). Kemudian Allah Subhana wa Ta’ala menurunkannya secara berangsur-angsur
ke pada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sesuai dengan kejadian selama 23
tahun1.
Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud Inzaal pada firman Allah (أَنْزَلْنَاهُ) bahwa Allah
Subhana wa Ta’ala menurunkan ayat Al Qur’an yang pertama (Allah Subhana wa
Ta’ala mulai menurunkan Al Qur’an) pada malam Lailatul Qadr di Bulan Ramadhan2.
Firman Allah Subhana wa Ta’ala (فِي
لَيْلَةِ الْقَدْرِ) “pada Lailatul
Qadr”. Sebagian ulama berpendapat bahwa makna (الْقَدْرِ)
adalah kemuliaan. Sebagian lagi berpendapat maknanya adalah takdir, karena pada
malam tersebut ditentukan takdir yang akan terjadi selama setahun ke depan
berdasarkan firman Allah Subhana wa Ta’ala,
Mufrodat
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ : sesungguhnya aku ini adalah Allah
(Sesungguhnya Dia yang maha segalanya adalah Allah)
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا
: tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain aku
(Bahwasanya Tuhan yang berhak disembah hanyalah Allah, tidak ada yang lain )
فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي : maka sembahlah Aku
dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku
(Salah satu cara untuk mengingat sang pencipta (Allah) adalah dengan cara
Shalat )
Di atas telah di singgung bahwa kata Allah adalah kata yang tepat untuk
memperkenalkan Tuhan Yang Maha Esa. Ini karena kata Allah mencakup segala
sifat-sifatNya, bahkan Dialah yang menyandang sifat-sifat tersebut, karena jika
kita menyebut nama ALLAH, maka semua nama-nama / sifat-sifatnya telah dicakup
oleh kata tersebut.
C. Tauhid Asma Wa Sifat
Tauhid Asma wa Sifat adalah pengakuan seorang hamba tentang nama dan sifat
Allah, yang telah Dia tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya ataupun dalam
sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanpa melakukan empat hal
berikut:
a. Tahrif (menyimpangkan makna)
yaitu mengubah atau mengganti makna yang ada pada nama dan sifat Allah, tanpa
dalil. Misalnya: Sifat Allah marah, diganti maknanya menjadi keinginan untuk
menghukum, sifat Allah istiwa (bersemayam), diselewengkan menjadi istaula
(menguasai), Tangan Allah, disimpangkan maknanya menjadi kekuasaan dan nikmat
Allah.
b. Ta’thil (menolak)
Yaitu menolak penetapan nama dan sifat Allah yang disebutkan dalam dalil. Baik
secara keseluruhan maupun hanya sebagian.
Contoh menolak secara keseluruhan adalah sikap sekte Jahmiyah, yang tidak mau
menetapkan nama maupun sifat untuk Allah. Mereka menganggap bahwa siapa yang
menetapkan nama dan sifat untuk Allah berarti dia musyrik.
Contoh menolak sebagian adalah sikap yang dilakukan sekte Asy’ariyah atau
Asya’irah, yang membatasi sifat Allah hanya bebeberapa sifat saja dan menolak
sifat lainnya. Atau menetapkan sebagian nama Allah dan menolak nama lainnya.
c. Takyif
(membahas bagaimana bentuk dan hakikat nama dan sifat
Allah)
yaitu menggambarkan bagaimanakah hakikat sifat dan nama yang dimiliki oleh
Allah. Misalnya, Tangan Allah, digambarkan bentuknya bulat, panjangnya sekian,
ada ruasnnya, dan lain-lain. Kita hanya wajib mengimani, namun dilarang untuk
menggambarkannya.
Karena hal ini tidak mungkin dilakukan makhluk. Untuk mengetahui bentuk dan
hakikat sebuah sifat, hanya bisa diketahui dengan tiga hal:
1) Melihat zat tersebut secara langsung. Dan ini tidak mungkin kita lakukan,
karena manusia di dunia tidak ada yang pernah melihat Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
2) Ada sesuatu yang semisal zat tersebut, sehingga bisa dibandingkan. Dan ini
juga tidak mungkin dilakukan untuk Dzat Allah, karena tidak ada makhluk yang
serupa dengan Allah. Maha Suci Allah dari hal ini.
3) Ada berita yang akurat (khabar shadiq) dan informasi tentang Dzat dan sifat
Allah. Baik dari Al Qur’an maupun hadis. Karena itu, manusia yang paling tahu
tentang Allah adalah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun demikian,
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menggambarkan bentuk dan
hakikat sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
d. Tamtsil (menyamakan Allah dengan makhluk-Nya)
Misalnya, berkeyakinan bahwa tangan Allah sama dengan tangan budi, Allah
bersemayam di ‘arsy seperti joki naik kuda. Mahasuci Allah dari adanya makhluk
yang serupa dengan-Nya.
Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan
oleh Nabi-Nya di dalam hadits mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah
makna, mengingkari, mendeskripsikan bentuk/cara, dan memisalkan. Firman Allah :
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna[585], maka bermohonlah
kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ulhusna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya[586]. Nanti mereka
akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”(Q.S Al-A’raaf:
180)
Mufrodat
ولله الا سماءالحسنى (Allah mempunyai asma-asma yang baik)
yang sembilanpuluh Sembilan, demikian telah disebutkan oleh hadits. Al Husna
adalah bentuk Mua’annats dari Al Ahsan
فادعوه (maka bermohonlah
kepada-Nya) sebutkanlah Dia olehmu
بهاوذروا (dengan menyebut
nama-nama-Nya itu dan tinggalkanlah) maksudnya biarkanlah
الذين يلحدون (orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran) berasal dari kata Alhada dan Lahada, yang artinya
mereka menyimpang dari perkara yang hak
في اسمابه (dalam__
menyebut__nama-nama-Nya) artinya mereka mengambil nama-nama tersebut untuk
disebutkan kepada sesembahan-sesembahan mereka, seperti nama Latta yang berakar
dari lafadz Allah, dan ‘Uzzaa yang berakar dari kata Al ‘Aziiz, dan manaat yang
berakar dari kata Al Mannaan
سيجزون (nanti mereka akan
mendapat balasan) kelak di akhirat sebagai pembelasannya
ماكانوايعملون (terhadap
apa yang telah mereka kerjakan) ketentuan ini sebelum turunnya ayat perintah
berperang.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah dia berkata : Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu. Barang siapa yang
menghitungnya (mengamalkannya), maka dia masuk surga. ssAllah ialah ganjil, “
Dia menyukai yang ganjil “
Asbabun Nuzul :
Ayat ini turun berkenaan dengan seorang muslim yang dalam doanya membaca “Ya
Rahman (Wahai Dzat Yang Maha Pengasih), Ya Rahiiim (Wahai Dzat Yang Maha
Penyayang).” Mendengar itu, kaum musyrikin berkata, “Muhammad dan para
sahabatnya mengaku bahwa mereka hanya menyembah satu tuhan. Tetapi kenapa orang
ini berdo’a kepada dua tuhan?” Maka, turunlah ayat tersebut.
Apabila ketiga tauhid di atas ada yang tidak lengkap, maka seorang hamba bisa
berkurang imannya atau bahkan telah keluar dari Islam (Murtad & Syirik)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tauhid Rububiyah : Ialah mengimani
bahwa Allah swt adalah pencipta segala sesuatu dan tidak ada sekutu bagiNya
dalam perkara tersebut dan kita sebagai manusia harus mempercayai bahwa Allah
lah yang menciptakan segala sesuatu yang ada di muka bumi ini.
Tauhid Uluhiyah : ialah mengimani
bahwa hanya Allah lah yang berhak disembah dan tidak ada sekutu baginya, oleh
karena itu segala bentuk ibadah yang kita kerjakan hanya kita tujukan kepada Allah
saja, tidak boleh ada satu ibadah pun yang kita tujukan kepada selain Allah.
Asma wa Sifat : Mengimani dan
menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan oleh Nabi-Nya
di dalam hadits mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna, mengingkari,
mendeskripsikan bentuk/cara, dan memisalkan.
Dan ketiga tauhid tersebut harus dimiliki oleh setiap umat muslim karena ketiga
tauhid tersebut tidak bisa di pisah-pisahkan. Jika kita tidak mengimani satu
saja di antaranya, maka kita tergolong orang-orang musyrik.
DAFTAR PUSTAKA
Sihab, M. Quraish, tafsir Al-Misbah, peran kesan dan keserasian perpustakaan
umum Islam lentera hati, Jakarta, 2002
Al-mahalli, Imam Jalaludin, Imam jalaludin As-suyuthi, Tafsir Jalalain &
Azbabun Nuzul, jilid 1, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 1997.
Al-mahalli, Imam Jalaludin, Imam jalaludin As-suyuthi, Tafsir Jalalain &
Azbabun Nuzul, jilid 2, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 1997.
Al-mahalli, Imam Jalaludin, Imam jalaludin As-suyuthi, Tafsir Jalalain &
Azbabun Nuzul, jilid 3, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 1997.
http://muslim.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-qadr.html
http://www.ilmoe.com/585/pembagian-tauhid-rububiyah-uluhiyah-asma-wa-sifat.html
http://qaasasaqidahtauhid.blogspot.com/2008/12/apa-itu-tauhid-uluhiyah-rubbubiyah-dan.html
http://kongaji.tripod.com/myfile/al-baqoroh_ayat21-25.htm
http://muslim.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-qadr.html
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tauhid ialah mengesakan Allah dan mengakui keberadaannya serta kuat kepercayaannya bahwa Allah itu hanya satu tidak ada yang lain. Tidak ada sekutu baginya, yang bisa menandinginya bahkan mengalahkannya. Ada tiga macam tauhid dalam islam, yakni : Tauhid Rububiyah, Uluhiyah, Asma wa sifat. Ketiga tauhid tersebut harus dimiliki oleh manusia sebagai hamba-Nya. Sebagai umat muslim kita tidak boleh hanya memiliki salah satu dari ketiga tauhid tersebut, karena ketiga tauhid tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Apabila kita hanya mempercayai salah satu diantaranya maka kita tidak bisa disebut sebagai seorang yang syirik bahkan keluar dari islam.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Tauhid Rububiyah, Uluhiyah, Asma wa sifat ?
b. Bagaimana penjelasan ketiga tauhid tersebut dalam al-Qur’an ?
C. Tujuan
a. Menjelaskan kepada para mahasiswa tentang materi ini
b. Membahas bagaimana keterkaitannya dalam al-qur’an berikut tafsir dan asbabun nuzulnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tauhid Rububiyah
Tauhid Rububiyah yaitu mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya, seperti mencipta, menguasai, memberikan rizki, mengurusi makhluk, dll yang semuanya hanya Allah semata yang mampu. Dan semua orang meyakini adanya Rabb yang menciptakan, menguasai, dll. Kecuali orang atheis yang berkeyakinan tidak adanya Rabb. Diantara penyimpangan yang lain yaitu kaum Zoroaster yang meyakini adanya Pencipta Kebaikan dan Pencipta Kejelekan, hal ini juga bertentangan dengan aqidah yang lurus.
Diantara pengertian yang lain: menyakini bahwa Alloh subhanahu wa ta'ala adalah satu-satunya sang pencipta, pemberi rezeki, penguasa segala sesuatu, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Pengertian ini mencakup perkara berikut:
1. Iman tentang adanya Alloh subhanahu wa ta'ala .
2. Menetapkan bahwa Alloh subhanahu wa ta'ala sang pencipta segala sesuatu, pemiliknya, pemberi rezkinya. Dan bahwa Dia yang menghidupkan, mematikan, pemberi manfaat, mahdhorot, satu-satunya pengabul do'a. bagi-Nya segala urusan, ditangan-Nya segala kebaikan, Yang maha mampu atas kehendaknya, pembuat takdir dan perubah serta pengurus bagi segala urusan, tidak sekutu bagi-Nya dalam semua hal ini.
Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ وَ الَّذِيْنَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
Wahai manusia !Sembahlah olehmu akan Tuhanmu yang telah menciptakankamu dan orang-orang yang sebelum kamu, supaya kamu ter-pelihara. (Q.S Al-Baqarah: 21)
Mufrodat
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
"Wahai Manusia !". - Rata seruan kepada seluruh manusia yang telah dapat berpikir
اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ "Sembahlah olehmu akan Tuhanmu yang telah menciptakan kamu "
Dari tidak ada, kamu telah diadakan dan hidup diatas bumi
.وَ الَّذِيْنَ مِن قَبْلِكُمْ
"Dan orang-orang yang sebelum kamu agar kamu bertakwa. "
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْن "Supaya kamu terpelihara."
Artinya terpelihara dari siksa dan azabnya yakni dengan jalan beribadah kepada-Nya. Pada asalnya “la’alla” mengungkapkan harapan, tetapi dalam firman Allah berarti menyatakan kepastian. Artinya datang ke dunia mendapat sawah dan ladang, rumah tangga dan pusaka yang lain dari nenek moyang sehingga yang datang kemudian hanya melanjutkan apa yang dirancang dan dilatih oleh orang tua-tua. Maka orang tua-tua yang telah meninggalkan pusaka itu pun Allah jualah yang menciptakan mereka. Disuruh kamu mengingat itu agar insaf akan kedudukanmu dalam bumi ini. Dengan mengingat diri dan mengingat kejadian nenek moyang bersambung ingatan yang sekarang dengan jaman lampau, supaya kelak diwariskan lagi kepada anak-cucu, yaitu supaya selalu terpelihara atau dan memelihara diri dan kemanusiaan, jangan jatuh martabat jadi binatang. Yaitu dengan jalan beribadat, berbakti dan menyembah kepada Tuhan, menyukuri nikmat yang telah dilimpahkanNya. Di sini Allah menampakkan betapa besar kasih sayang-Nya kepada makhluk, khususnya manusia. Walaupun para pendurhaka telah melampaui batas, namun mereka masih diajak. Ini Karena sikap keras yang ditampilkan dalam ayat-ayat yang lahir dari keinginan mengembalikan mereka ke jalan yang benar. Pikirkanlah olehmu hai manusia akan Tuhan mu itu :
اَلَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشا
"Yang telah menjadikan untuk kamu akan bumi, jadi hamparan. " (pangkalayat 22).
Terbentang luas sehingga kamu bias hidup makmur di atas hamparannya itu.
وَ السَّمَاءَ بِنَاءً
"Dan langit sebagai bangunan "
Yang dapat dirasakan melihat awannya yang bergerak di waktu siang dan bintangnya yang gemerlap di waktu malam dan mataharinya yang memberikan sinar dan bulannya yang gemilang cahaya.
وَ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاء مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقاً لَّكُمْ
"Dan diturunkan Nya air dari langit"---dari atas---" Maka keluarlah dengan sebabnya buah-buahan, rezeki bagi kamu. "
Maka pandanglah dan renungkanlah itu semuanya, sejak dari buminya sampai kepada langitnya, sampai kepada turunnya air hujan menyuburkan bumi itu. Teratur turunnya hujan menyebabkan suburnya apa yang ditanam. Kebun subur, sawah menjadi subur, dan hasil tanaman setiap tahun dapatlah diambil buat dimakan.
Pikirkanlah dan renungkanlah itu semuanya, niscaya hati sanubari akan merasa bahwa tidak ada orang lain yang sekasih, sesayang itu kepadamu. Dan tidak ada pula kekuasaan lain yang sanggup berbuat begitu; menyediakan ternpat diam bagimu, menyediakan air dan menumpahkan bahan makanan yang boleh dikatakan tidak membayar. Sehingga jika terlambat hujan turun dari jangka yang terbiasa, tidaklah ada kekuatan lain yang sanggup mencepatkan datangnya.
فَلاَ تَجْعَلُوْا ِللهِ أَندَاداً وَ أَنتُمْ تَعْلَمُوْنَ
"Maka janganlah kamu adakan bagi Allah sekutu-¬sekutu, padahal kamu mengetahui ."
Tentu kalau telah kamu pakai pikiranmu itu, mengetahuilah kamu bahwa Yang Maha Kuasa hanyalah Dia sendiriNya.Yang menyediakan bumi buat kamu hanya Dia sendiriNya, yang menurunkan hujan, menumbuhkan dan menghasilkan buah-buahan untuk makananmu hanya Dia sendiriNya. Sebab itu tidaklah pantas kamu buatkan untuk Dia sekutu yang lain. Padahal kamu sendiri merasabahwatidakada yang lainituberkuasa. Yang lain itu Cumalah kamu bikin-bikin saja.
Ayat ini akan diikuti lagi oleh banyak ayat yang lain, yang nadanya menyeru dan membangkitkan perhatian manusia terhadap alam yang berada sekelilingnya. Ayat ini telah menunjukkan kehidupan kita di atas bumi yang subur ini, menyambung keturunan dari nenek-moyang kita.
Dikatakan di sini bahwa bumi adalah hamparan, artinya disediakan dan dikembangkan laksana mengembangkan permadani, dengan serba-serbi keseluruhannya. Dan di atas kita terbentanglah langit lazuardi, laksana satu bangunan besar. Di atas langit itu terdapat matahari, bulan dan bintang dan awan dan angin yang berhembus sejuk. Lalu diterangkan pula bahwa kesuburan bumi adalah karena turunnya hujan dari langit, artinya dari atas.
Ayat ini menyuruh kita berpikir dan merenungkan, diikuti dengan merasakan. Bukanlah kemakmuran hidup kita sangat bergantung kepada pertalian langit dengan bumi lantaran hujan ? Adanya gunung-gunung dan kayu-kayuan, menghambat air hujan itu jangan tumpah percuma saja ke laut, tetapi tertahan-tahan dan menimbulkan sungai-¬sungai. Setengahnya terpendam ke bawah bumi menjadi persediaan air.
B. Tauhid Uluhiyah
Tauhid Uluhiyah ialah mengimani bahwa Allah swt lah yang berhak untuk disembah, tidak ada sekutu bagiNya dalam hal tersebut. Inilah makna, tidak ada yang berhak disembah dengan haq kecuali Allah swt. Maka, segala bentuk ibadah seperti solat, puasa dan yang lainnya, wajib dilaksanakan hanya untuk Allah swt. Tidak boleh ada satu bentuk ibadah pun yang ditujukan kepada selain Allah swt.
Mentauhidkan Allah dalam perbuatan-perbuatan yang dilakukan hamba. Yaitu mengikhlaskan ibadah kepada Allah, yang mencakup berbagai macam ibadah seperti : tawakal, nadzar, takut, khosyah, pengharapan, dll. Tauhid inilah yang membedakan umat Islam dengan kaum musyrikin. Jadi seseorang belum cukup untuk mentauhidkan Allah dalam perbuatan-Nya (Tauhid Rububiyah) tanpa menyertainya dengan mengikhlaskan semua ibadah hanya kepada-Nya (Tauhid Uluhiyah). Karena orang musyrikin dulu juga meyakini bahwa Allah yang mencipta dan mengatur, tetapi hal tersebut belum cukup memasukkan mereka ke dalam Islam.
Allah berfirman :
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (QS. Thahaa [20] : 14).
Hal itu adalah karena Allah adalah Dzat Yang Maha Esa dan Agung. Maka jika ditinjau dari shifat yang akan dijelaskan setelah dhamir yaitu sifat wahdaniyah (Keesaan) maka Allah menggunakan dhamir tunggal.
Kemudian apa makna inzaal pada firman Allah (أَنْزَلْنَاهُ) di malam Lailatul Qadr? sebagian ulama mengatakan yang dimaksud bahwa Allah Subhana wa Ta’ala menurunkan Al Qur’an secara keseluruhan pada satu kesempatan di malam Lailatul Qadr dari Al Lauhul Mahfudz ke Baitul Izzah (di Langit Dunia). Kemudian Allah Subhana wa Ta’ala menurunkannya secara berangsur-angsur ke pada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sesuai dengan kejadian selama 23 tahun1.
Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud Inzaal pada firman Allah (أَنْزَلْنَاهُ) bahwa Allah Subhana wa Ta’ala menurunkan ayat Al Qur’an yang pertama (Allah Subhana wa Ta’ala mulai menurunkan Al Qur’an) pada malam Lailatul Qadr di Bulan Ramadhan2.
Firman Allah Subhana wa Ta’ala (فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ) “pada Lailatul Qadr”. Sebagian ulama berpendapat bahwa makna (الْقَدْرِ) adalah kemuliaan. Sebagian lagi berpendapat maknanya adalah takdir, karena pada malam tersebut ditentukan takdir yang akan terjadi selama setahun ke depan berdasarkan firman Allah Subhana wa Ta’ala,
Mufrodat
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ : sesungguhnya aku ini adalah Allah
(Sesungguhnya Dia yang maha segalanya adalah Allah)
لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا : tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain aku
(Bahwasanya Tuhan yang berhak disembah hanyalah Allah, tidak ada yang lain )
فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي : maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku
(Salah satu cara untuk mengingat sang pencipta (Allah) adalah dengan cara Shalat )
Di atas telah di singgung bahwa kata Allah adalah kata yang tepat untuk memperkenalkan Tuhan Yang Maha Esa. Ini karena kata Allah mencakup segala sifat-sifatNya, bahkan Dialah yang menyandang sifat-sifat tersebut, karena jika kita menyebut nama ALLAH, maka semua nama-nama / sifat-sifatnya telah dicakup oleh kata tersebut.
C. Tauhid Asma Wa Sifat
Tauhid Asma wa Sifat adalah pengakuan seorang hamba tentang nama dan sifat Allah, yang telah Dia tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya ataupun dalam sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, tanpa melakukan empat hal berikut:
a. Tahrif (menyimpangkan makna)
yaitu mengubah atau mengganti makna yang ada pada nama dan sifat Allah, tanpa dalil. Misalnya: Sifat Allah marah, diganti maknanya menjadi keinginan untuk menghukum, sifat Allah istiwa (bersemayam), diselewengkan menjadi istaula (menguasai), Tangan Allah, disimpangkan maknanya menjadi kekuasaan dan nikmat Allah.
b. Ta’thil (menolak)
Yaitu menolak penetapan nama dan sifat Allah yang disebutkan dalam dalil. Baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian.
Contoh menolak secara keseluruhan adalah sikap sekte Jahmiyah, yang tidak mau menetapkan nama maupun sifat untuk Allah. Mereka menganggap bahwa siapa yang menetapkan nama dan sifat untuk Allah berarti dia musyrik.
Contoh menolak sebagian adalah sikap yang dilakukan sekte Asy’ariyah atau Asya’irah, yang membatasi sifat Allah hanya bebeberapa sifat saja dan menolak sifat lainnya. Atau menetapkan sebagian nama Allah dan menolak nama lainnya.
c. Takyif
yaitu menggambarkan bagaimanakah hakikat sifat dan nama yang dimiliki oleh Allah. Misalnya, Tangan Allah, digambarkan bentuknya bulat, panjangnya sekian, ada ruasnnya, dan lain-lain. Kita hanya wajib mengimani, namun dilarang untuk menggambarkannya.
Karena hal ini tidak mungkin dilakukan makhluk. Untuk mengetahui bentuk dan hakikat sebuah sifat, hanya bisa diketahui dengan tiga hal:
1) Melihat zat tersebut secara langsung. Dan ini tidak mungkin kita lakukan, karena manusia di dunia tidak ada yang pernah melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
2) Ada sesuatu yang semisal zat tersebut, sehingga bisa dibandingkan. Dan ini juga tidak mungkin dilakukan untuk Dzat Allah, karena tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah. Maha Suci Allah dari hal ini.
3) Ada berita yang akurat (khabar shadiq) dan informasi tentang Dzat dan sifat Allah. Baik dari Al Qur’an maupun hadis. Karena itu, manusia yang paling tahu tentang Allah adalah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun demikian, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menggambarkan bentuk dan hakikat sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
d. Tamtsil (menyamakan Allah dengan makhluk-Nya)
Misalnya, berkeyakinan bahwa tangan Allah sama dengan tangan budi, Allah bersemayam di ‘arsy seperti joki naik kuda. Mahasuci Allah dari adanya makhluk yang serupa dengan-Nya.
Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan oleh Nabi-Nya di dalam hadits mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna, mengingkari, mendeskripsikan bentuk/cara, dan memisalkan. Firman Allah :
Mufrodat
ولله الا سماءالحسنى (Allah mempunyai asma-asma yang baik) yang sembilanpuluh Sembilan, demikian telah disebutkan oleh hadits. Al Husna adalah bentuk Mua’annats dari Al Ahsan
فادعوه (maka bermohonlah kepada-Nya) sebutkanlah Dia olehmu
بهاوذروا (dengan menyebut nama-nama-Nya itu dan tinggalkanlah) maksudnya biarkanlah
الذين يلحدون (orang-orang yang menyimpang dari kebenaran) berasal dari kata Alhada dan Lahada, yang artinya mereka menyimpang dari perkara yang hak
في اسمابه (dalam__ menyebut__nama-nama-Nya) artinya mereka mengambil nama-nama tersebut untuk disebutkan kepada sesembahan-sesembahan mereka, seperti nama Latta yang berakar dari lafadz Allah, dan ‘Uzzaa yang berakar dari kata Al ‘Aziiz, dan manaat yang berakar dari kata Al Mannaan
سيجزون (nanti mereka akan mendapat balasan) kelak di akhirat sebagai pembelasannya
ماكانوايعملون (terhadap apa yang telah mereka kerjakan) ketentuan ini sebelum turunnya ayat perintah berperang.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah dia berkata : Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu. Barang siapa yang menghitungnya (mengamalkannya), maka dia masuk surga. ssAllah ialah ganjil, “ Dia menyukai yang ganjil “
Asbabun Nuzul :
Ayat ini turun berkenaan dengan seorang muslim yang dalam doanya membaca “Ya Rahman (Wahai Dzat Yang Maha Pengasih), Ya Rahiiim (Wahai Dzat Yang Maha Penyayang).” Mendengar itu, kaum musyrikin berkata, “Muhammad dan para sahabatnya mengaku bahwa mereka hanya menyembah satu tuhan. Tetapi kenapa orang ini berdo’a kepada dua tuhan?” Maka, turunlah ayat tersebut.
Apabila ketiga tauhid di atas ada yang tidak lengkap, maka seorang hamba bisa berkurang imannya atau bahkan telah keluar dari Islam (Murtad & Syirik)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tauhid Rububiyah : Ialah mengimani bahwa Allah swt adalah pencipta segala sesuatu dan tidak ada sekutu bagiNya dalam perkara tersebut dan kita sebagai manusia harus mempercayai bahwa Allah lah yang menciptakan segala sesuatu yang ada di muka bumi ini.
Tauhid Uluhiyah : ialah mengimani bahwa hanya Allah lah yang berhak disembah dan tidak ada sekutu baginya, oleh karena itu segala bentuk ibadah yang kita kerjakan hanya kita tujukan kepada Allah saja, tidak boleh ada satu ibadah pun yang kita tujukan kepada selain Allah.
Asma wa Sifat : Mengimani dan menetapkan apa yang sudah ditetapkan Allah di dalam Al Quran dan oleh Nabi-Nya di dalam hadits mengenai nama dan sifat Allah tanpa merubah makna, mengingkari, mendeskripsikan bentuk/cara, dan memisalkan.
Dan ketiga tauhid tersebut harus dimiliki oleh setiap umat muslim karena ketiga tauhid tersebut tidak bisa di pisah-pisahkan. Jika kita tidak mengimani satu saja di antaranya, maka kita tergolong orang-orang musyrik.
Sihab, M. Quraish, tafsir Al-Misbah, peran kesan dan keserasian perpustakaan umum Islam lentera hati, Jakarta, 2002
Al-mahalli, Imam Jalaludin, Imam jalaludin As-suyuthi, Tafsir Jalalain & Azbabun Nuzul, jilid 1, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 1997.
Al-mahalli, Imam Jalaludin, Imam jalaludin As-suyuthi, Tafsir Jalalain & Azbabun Nuzul, jilid 2, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 1997.
Al-mahalli, Imam Jalaludin, Imam jalaludin As-suyuthi, Tafsir Jalalain & Azbabun Nuzul, jilid 3, Sinar Baru Algesindo, Bandung, 1997.
http://muslim.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-qadr.html
http://www.ilmoe.com/585/pembagian-tauhid-rububiyah-uluhiyah-asma-wa-sifat.html
http://qaasasaqidahtauhid.blogspot.com/2008/12/apa-itu-tauhid-uluhiyah-rubbubiyah-dan.html
http://kongaji.tripod.com/myfile/al-baqoroh_ayat21-25.htm
http://muslim.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-qadr.html
makasih dah mampir gan
BalasHapusthank bro
BalasHapus